Senin, 12 November 2012

HUBUNGAN METABOLISME, AKTIVITAS OBAT DAN RANCANGAN OBAT


           HUBUNGAN METABOLISME, AKTIVITAS OBAT DAN RANCANGAN OBAT







                                                                     OLEH
                                               NAMA                     : LA MALIHI
                                               NO.STAMBUK       : 150 209 0317
                                               KELAS                    : L.2
                                               DOSEN                   : NURMAYA EFFENDY,S.Si.M.Sc.,Apt


                                                            FAKULTAS FARMASI
                                               UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
                                                                   MAKASSAR
                                                                          2012



                                                                      BAB I
                                                             PENDAHULUAN

Pengertian
           Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat.
           Metabolisme obat sebagian besar terjadi di reticulum endoplasma sel – sel hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel – sel epitel pada saluran pencernaan, paru – paru , ginjal, dan kulit. Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor – faktor antara lain faktor fisiologis ( usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin ), serta penghambatan dan juga induksi enzim yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain itu , faktor patologis ( penyakit pada hati atau ginjal ) juga berperan dalam menentukan laju metabolisme obat.
           Obat – obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin atau empedu. Kecepatan metabolisme pada tiap orang berbeda tergantung faktor genetic, penyakit yang menyertai ( terutama penyakit hati dan gagal jantung ), dan adanya interaksi antara obat – obatan. Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati menurun samapi lebih dari 30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke hati. Ginjal adalah tempat utama “ ekskresi “ / pembuangan obat. Sedangkan system billier membantu eksresi untuk obat – obatan yang tidak di absorpsi kembali dari system pencernaan. Sedangkan kontribusi dari intestine ( usus ), ludah, keringat, air susu ibu, dan lewat paru – paru kecil, kecuali untuk obat – obat anestesi yang dikeluarkan waktu ekshalasi.
           Metabolisme oleh hati membuat obat lebih “polar “dan larut air sehingga mudah diekresi oleh ginjal. Obat di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuk tidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentuk aktif sampai di hati. Obat – obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin dan empedu.
            Di dalam tubuh obat dapat berikatan dengan protein darah jaringan dan lemak, dan juga obat – obat di metabolisme dengan cara reaksi konjugasi yaitu reaksi penggabungan molekul obat dan hasil metabolisme pada reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi senyawa lain dengan senyawa pengkonjugasi endogen tubuh.

                                                                          BAB II
                                                                   PEMBAHASAN

A.    Hubungan Praobat, Metabolisme dan Aktivitas Obat
            Banyak contoh obat yang setelah mengalami proses metabolisme di tubuh menghasilkan metabolit aktif. Senyawa induk obat tersebut disebut pra-obat, yang pada in vitro tidak menimbulkan aktivitas biologis. Pra-obat bersifat labil, di dalam tubuh (in vivo) mengalami perubahan, melalui proses kimia atau enzimatik, menjadi senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor menghasilkan respons farmakologis.
Penemuan bahwa efek obat kadang-kadang ditimbulkan oleh metabolitnya, mempunyai peran penting dalam penggunaan metabolit itu sendiri sebagai obat, oleh karena :
a.    Metabolit kemungkinan menimbulkan toksisitas atau efek samping lebih rendah dibanding pra-obat.
b.    Secara umum metabolit mengurangi variasi respons klinik dalam populasi yang disebabkan perbedaan    kemampuan metabolisme oleh individu-individu atau oleh adanya penyakit tertentu.
            Senyawa yang pertama kali digunakan di klinik sebagai prekursor adalah arsfenamin, untuk pengobatan sifilis. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa bentuk metabolitnya yaitu oksofenarsin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap mikroorganisme. Oksofenarsin kemudian digunakan sebagai pengganti arsfenamin karena selain lebih aktif, toksisitasnya juga lebih rendah.
             Kloralhidrat, senyawa hipnotik, pada manusia dimetabolisme menjadi senyawa aktif trikloroetanol, bentuk glukuronida dan asam trikloroasetat. Sekarang digunakan trikloroetanol atau garamnya asam trikloroetanol fosfat (triklofos) sebagai pengganti kloralhidrat, karena kloralhidrat mempunyai rasa tidak enak dan menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna.
             Penemuan zat warna azo prontosil merupakan awal dari pengobatan infeksi dengan turunan sulfonamida. Pada in vitro prontosil tidak aktif terhadap mikroorganisme tetapi pada in vivo aktif. Penemuan bahwa prontosil adalah pra-obat dan bentuk yang mendapatkan turunan sulfonamida yang lebih unggul, dengan cara modifikasi molekul sulfanilamid. Sampai sekarang telah tersedia berbagai macam turunan sulfonamida yang digunakan sebagai obat antiinfeksi, seperti sulfadiadzin, sulfametoksazol, dan sulfaguanidin.
Obat antimalaria pamakuin dan paludrin adalah pra-obat, keduanya diubah oleh enzim tubuh menjadi bentuk metabolit yang aktif terhadap parasit malaria. Pamakuin mengalami dealkilasi dan dioksidasi menjadi bentuk kuinon, yang secara in vivo 16 kali lebih aktif dibanding senyawa induknya.
            Paludrin (klorguanil = proguanil) dimetabolisis membentuk cincin tertutup yang aktif yaitu turunan dihidrotriazin (sikloguanil). Ada hubungan struktur yang jelas antara metabolit aktif sikloguanil dan obat antimalaria pirimetamin, dan keduanya mempunyai mekanisme kerja serupa paludrin. Sikloguanil kemudian digunakan sebagai antimalaria, dalam bentuk garam embonat atau pamoat, dan diberikan secara injeksi intramuscular dosis tunggal dalam bentuk suspense dalam minyak. Pemberian garam tersebut memberikan perlindungan terhadap infeksi malaria selama beberapa bulan, karena senyawa mempunyai kelarutan dalam lemak yang tinggi dan dilepaskan secara perlahan-lahan dari depo, kemudian termetabolisis melepaskan obat aktif.
            Metsuksimid, obat antiepilepsi, aktivitasnya berhubungan dengan kadar metabolit dalam plasma. Obat mengalami demetilasi dalam tubuh menjadi metabolit aktif fensuksimid, yang mempunyai aktivitas 700 kali lebih besar dibanding senyawa induknya.
Dengan cara yang sama metilfenobarbital diubah menjadi metabolit aktif fenobarbital, sementara primidon dioksidasi menjadi fenobarbital.
           Asetosal adalah pra-obat dari asam salisilat, yang menimbullkan efek iritasi terhadap mukosa saluran cerna lebih kecil dibanding asam salisilat.
          Fenilbutazon (butazolidin) pada in vivo diubah menjadi dua bentuk hidroksilasi, yaitu pada cincin benzen, menghasilkan oksifenbutazon, dan pada atom C rantai samping. Obat ini digunakan terutama sebagai antiradang, dan bentuk yang aktif adalah oksifenbutazon. Fenilbutazon juga digunakan sebagai urikosurik untuk pengobatan penyakit pirai, dan yang aktif adalah bentuk hidroksilasi pada atom C rantai samping. Pengamatan bahwa substitusi pada rantai samping fenilbutazon dapat meningkatkan efek urikosurik, mempunyai peranan penting pada penemuan obat baru yang lain, seperti sulfinpirazon.                                     
           Fenasetin, obat anelgesik dan antipiretik, terutama dimetabolisis dalam tubuh menjadi metabolit aktif, N-asetil-p-aminofenol (asetaminofen) dan dalam jumlah kecil metabolit glukuronida dari 2-hidroksifenasetin yang tidak aktif. Sekarang fenasetin digunakan oleh asetaminofen karena bersifat nefrotoksik dan menimbulkan efek samping methemoglobin yang lebih besar dibanding asetaminofen.
           Meskipun demikian pada dosis berlebih, asetaminofen dapat menimbulkan kerusakan hati karena pada jalur biotransformasi normal akan membentuk metabolit reaktif N-asetilimidokuinon yang dapat mengikat jaringan hati secara irreversibel. Pada dosis normal metabolit reaktif akan terkonjugasi dengan glutation.

B.    Rancangan Praobat untuk Mengembangkan Sifat Fisika dan Sifat Biologi Obat

            Sifat fisika dan biologis obat yang tidak diinginkan, seperti baud an rasa yang tidak enak, efek iritasi pada saluran cerna, dan absorbs dalam usus yang rendah, kemungkinann dapat diperbaiki atau dihilangkan melalui modifikasi kimia molekul senyawa induk, dengan cara membentuk pra-obat yang tidak aktif. Setelah diabsorbsi, pra-obat mengalami hidrolisis atau reduksi di hati oleh enzim-enzim tubuh menghasilkan obat aktif.
                 Proses di atas dapat dijelaskan secara skematik sebagai berikut :
          Enzim-enzim yang terlibat dalam aktivasi pra-obat antara lain adalah α-kimotripsin, tripsin, elastase, karboksilesterase, dan lipase. Enzim-enzim tersebut mampu menghidrolisis ester atau ikatan peptida pra-obat, menghasilkan senyawa aktif.
          Zimogen merupakan prekursor dari enzim-enzim α-kimotripsin, tripsin, dan elastase. Zimogen dihasilkan oleh pankreas dan bersifat tidak aktif. Setelah memasuki duodenum zimogen diubah oleh enzim preoteolik menjadi enzim-enzim aktif, yang dapat memecah protein dan polipeptida melalui proses hidrolisis ikatan peptida. Ikatan peptida dari sisi karboksil dari triptofan, tirosin, dan fenilalanin lebih cepat dihidrolisis oleh α-kimotripsin dibanding ikatan peptida yang berdekatan dengan residu hidrofob, seperti pada leusin dan metionin, atau pada ikatan peptida lain yang ada dalam struktur peptida. Ester dan turunan amida dari triptofan, tirosin, dan fenilalanin juga merupakan substrat yang baik dari enzim α-kimotripsin. Contohnya yaitu pada p-nitrofenilasetat, substrat tidak khas yang mempunyai gugus penarik electron kuat, dengan mudah dihidrolisis oleh α-kimotripsin.
           Tripsin secara cepat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida turunan ester dan amida dari L-asam amino dasar, seperti arginin dan lisin, sedang enzim elastase menunjukkan kekhasan yang tinggi terhadap turunan asam amino yang tidak bermuatan dan asam amino rantai samping non-aromatik, seperti glisin, alanin, valin, leusin, dan serin.
           Enzim karboksilesterase, teruatama yang terdapat di hati, ginjal, duodenum, dan otak, dengan cepat menghidrolisis ester-ester, dan dengan kecepatan yang lebih rendah pada beberapa amida-amida. Karboksilesterase lebih efisien untuk menghidrolisis ester-ester tidak khas dibanding α-kimotripsin, dengan kecepatan 104 - 105 lebih besar.
          Enzim lipase pancreas yang terdapat saluran cerna dapat menghidrolisis ester-ester yang tidak larut sempurna dalam air. Telah banyak pengetahuan tentang proses metabolism yang terjadi dalam tubuh. Obat sebagai subyek akan diubah menjadi produk biologis yang aktif. Dalam hal tertenntu, pengetahuan ini merangsang ahli kimia medicinal untuk melakukan manipulasi kimia yang lebih baik agar menghasilkan obat yang secara terapetik aktif dan mempunyai penampilan yang lebih baik dibanding senyawa induk.
           Manipulasi kimia mungkin dirancang untuk memperpendek atau meningkatkan masa kerja senyawa induk, dengan cara modifikasi senyawa induk dan meramalkan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Modifikasi ini dapat mempengaruhi lama obat dalam plasma dan menjaga agar kadar obat tetap berada di atas nilai ambang yang bertanggung jawab pada efek farmakologis.
Pendekatan yang lebih rasional pada pengembangan obat-obat ini hanya untuk obat-obat yang telah ada atau pada tipe-tipe dasar obat dengan aktivitas yang telah diketahui. Hal ini berarti untuk mendapatkan aktivitas biologis yang diinginkan, senyawa induk sebagai jalur pengembangan produk terapetik, menjadi lebih dapat diterima dan lebih meyakinkan dibanding sebelumnya.
          Pengembangan pra-obat digunakan untuk meingkatkan absorbsi obat dalam saluran cerna, menghilangkan sifat fisik, seperti bau dan rasa yang tidak menyenangkan, untuk pengaturan obat pada tempat yang spesifik dalam tubuh, untuk meningkatkan kelarutan obat, untuk memperpendek masa kerja obat, untuk memperpanjang masa kerja obat, dan untuk meningkatkan kestabilan obat.
1.    Enzim-enzim yang terlibat dalam aktivasi pra-obat
2.    Modifikasi untuk meningkatkan penyerapan obat
           Pada pemberian secara oral, banyak turunan penisilin yang tidak diabsorbsi secara baik pada saluran cerna. Oleh karena itu, digunakan ester-ester lipofilnya untuk meningkatkan absorbs obat. Ester-ester alifatik sederhana dan ester pra-obat dari penisisilin diabsorbsi lebih baik pada saluran cerna, di tubuh ester akan terhidrolisis melepaskan penisilin. Ampisilin, antibiotic turunan penisilin dengan spektrum luas, mempunyai sifat lipofil yang rendah, pada pemberian secara oral hanya 30-40% yang diabsorbsi oleh saluran cerna. Bentuk pra-obat ester ampisilin seperti pivampisilin, bakampisilin, dan talampisilin lebih mudah diabsorbsi oleh saluran cerna dibanding ampisilin. Dalam cairan tubuh, pra-obat di atas segera terhidrolisis oleh enzim esterase melepaskan ampisilin.
            Pivampisilin adalah pra-obat yang lebih disukai karena sebelum diabsorbsi hanya sedikit yang terhidrolisis dalam usus. Pivampisilin merupakan ester pivaloiloksimetil, emngandung gugus asiloksimetil, yang segera terhidrolisis oleh enzim membentuk ester hidroksimetil. Ester ini adalah hemiasetal dari formaldehid, di tubuh ester secara spontan terpecah melepaskan ampisilin dan formaldehid. Bakampisilin dengan cara serupa akan dipecah menjadi ampisilin dan asetaldehid, sedang talampisilin menjadi ampisilin dan 2-karboksibenzaldehid.
             Bentuk ester sederhana penisilin, missal ester metil, lebih stabil secara in vivo kemungkinan karena membentuk enzim-asil yang stabil, oleh adanya pengaruh halangan ruang dari inti penisilin, dengan melepaskan fragmen alkohol.
             Ester asiloksimetil juga membentuk enzim-asil dengan pengaruh halangan ruang yang lebih rendah sehingga mudah mengalami deasilasi. Obat yang mempunyai kepolaran tinggi tidak dapat melewati sawar darah otak. Penetrasi yang baik dari antagonis gas saraf pralidoksim ke system saraf pusat dapat dicapai dengan menggunakan bentuk pra-obat turunan dihidropiridin, suatu garam piridinium, yang bersifat lebih non-polar. Bentuk ini dapat melewati sawar darah otak, mencapai tempat spesifik di otak dan dengan cepat dioksidasi menjadi bentuk aktifnya.
             Asiklovir adalah senyawa yang digunakan untuk pemgobatan infeksi herpes simpleks dan herpes zoster. Secara oral absorpsi dalam saluran cerna relatif rendah, yaitu lebih kurang 20% pada dosis 200 mg dan sedikit meningkat pada dosis di atas 800 mg. Pra-obat asiklovir adalah           6-deoksiasiklovir, digunakan sebagai pencegahan infeksi herpes pada penderita hematologis malignan. Secara oral 6-deoksiasiklovir diabsorpsi lebih baik dan memberikan kadar plasma lebih tinggi dibanding asiklovir. Pada in vivo senyawa diubah menjadi asiklovir aktif oleh enzim xantin oksidase.
              Efek antihipertensi dari asam enalaprilat, suatu penghambat enzim pengubah angiotensin (Angiotensin-Converting Enzyme = ACE), telah dikembangkan lebih lanjut dengan mengubahnya menjadi bentuk ester etil, enalapril, yang secara oral diabsorpsi lebih baik. Pra-obat enalapril pada in vivo dipecah oleh enzim menjadi asam enalaprilat aktif.
             Adrenalin digunakan untuk pengobatan glaucoma karena dapat mengurangi tekanan intraocular. Pra-obat yang lebih lipofil, dipivefrin, mempunyai efek terapetik lebih baik dibanding adrenalin. Dipivefrin 100 kali lebih aktif dibanding adrenalin karena transpor ke kornea lebih efisien, diikuti oleh pemecahan ester pada jaringan kornea, melepaskan adrenalin dalam cairan aqueous humour. Dipivefrin dengan dosis yang lebih rendah (0,1%) dibanding adrenalin (1,0%), sudah memberikan efek yang diinginkan, dan dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh adrenalin, seperti efek terhadap jantung.
              Pilokarpin adalah obat mata yang mempunyai efek miotik, dengan masa kerja pendek. Garam kuartener heksadekanoilmetilpilokarpin mempunyai rantai samping yang bersifat lipofil. Pada kadar sepersepuluh dari pilokarpin, dapat memberikan efek miotik dengan masa kerja yang lebih panjang dibanding pilokarpin. Aktivitas tersebut ditunjukkan oleh pilokarpin, sebagai hasil pemecahan hidrolitik garam kuartener diikuti dengan pelepasan formaldehid.

3.    Modifikasi untuk menghilangkan sifat fisik obat yang tidak diinginkan
           Formaldehid adalah gas tak berwarna yang mudah terbakar, berbau tidak menyenangkan dan dapat mengiritasi mukosa membran. Larutan formaldehid digunakan sebagai disinfektan dan antiseptik. Formaldehid tidak digunakan secara langsung melalui oral karena menimbulkan efek samping dan toksisitas cukup besar. Metanamin, pra-obat yang dibuat dengan mereaksikan formaldehid dan amonia, dapat menghilangkan sifat fisik yang tidak diinginkan di atas, dan sangat berguna untuk antiseptik saluran seni. Pada pH urin yang bersifat asam, metanamin melepaskan secara perlahan-lahan formaldehid aktif dan amonia di tubulus ginjal.
             Antibiotik kloramfenikol, sekarang jarang digunakan secara oral, kecuali untuk pengobatan demam tipoid dan infeksi Salmonella, karena menimbulkan efek toksik agranulositosis cukup besar. Kloramfenikol mempunyai rasa yang sangat pahit sehingga kurang sesuai diberikan pada anak-anak. Kloramfenikol sekarang digunakan pada sediaan farmasi dalam bentuk tidak aktifnya, yaitu ester palmitat atau sinamat yang tidak berasa. Obat aktif akan dilepaskan aktifnya dari bentuk esternya melalui proses hidrolisis oleh enzim esterase yang ada di usus halus.
             Rasa pahit antibiotik klindamisin dapat ditutupi dalam bentuk pra-obat ester palmitat, sedang eritromisin dalam bentuk pra-obat ester hemisuksinat.

4.    Modifikasi untuk pengaturan obat pada tempat yang khas di tubuh
             Modifikasi obat menjadi pra-obat mempunyai peran penting untuk meningkatkan efikasi obat, karena ada perbedaan distribusi pra-obat dalam jaringan tubuh sebelum melepaskan bentuk aktifnya. Modifkasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu membuat senyawa menjadi lebih hidrofilik, pembentukan ester, pembentukan kompleks dengan ADN, dan mengembangkan lokalisasi selektif obat di dalam sel target. Penggabungan gugus-gugus hidrofilik kuat pada sulfonamida, dapat mencegah absorpsi obat pada saluran cerna sehingga pra-obat tetap tinggal di saluran usus dan efektif untuk pengobatan infeksi usus. Contohnya sulfaguanidin, suksinilsulfatiazol, dan ptalilsulfatiazol.
            Contoh serupa adalah merancang glikosida tertentu dari obat antiradang kortison, dengan tujuan agar pra-obat dapat melepaskan senyawa induk aktif dalam usus besar.
             Glikosida obat bersifat meruah dan pada umumnya lebih bersifat hidrofil dibanding senyawa induknya, sehingga dapat menurunkan absorpsi obat dalam saluran cerna. Di usus besar, pra-obat dihidrolisis oleh enzim glikosidase bakteri, melepaskan senyawa induk aktif. Pengembangan lokalisasi selektif obat telah dicapai pada obat-obat antikanker yang mampu menekan pertumbuhan jaringan neoplastik dengan menggunakan pra-obat non-toksik, yang dapat melepaskan obat aktif dalam sel kanker. Cara lain adalah meningkatkan aktivitas enzim dalam sel, seperti meningkatkan aktivitas enzim reduktase pada sel-sel hipoksik yang kekurangan oksigen.
              Pra-obat siklofosfamid digunakan untuk pengobatan jenis kanker tertentu dan sebagai kekebalan sesudah transplantasi organ. Pra-obat tersebut tidak mempunyai sifat mengalkilasi karena adanya sifat penarik elektron dari gugus fosfono yang berdekatan akan menurunkan sifat nukleofil atom nitrogen dari β-kloretilamin sehingga mencegah pembentukan ion pengalkilasi etilenium reaktif. Pra-obat dimetabolisis mmelalui proses hidroksilasi di hati menjadi senyawa pengalkilasi aktif dan normustin.
             Akrolein yang dihasilkan pada waktu cincin siklofisfamid terbuka dapat menyebabkan kerusakan kandung kemih. Kesulitan ini dapat diatasi siklofosfamid diberikan bersama-sama dengan alkil sulfide (sodium α-merkaptoetansulfonat; Mesna), karena akrolein yang terbentuk akan mengalami adisi pada atom C-β menghasilkan produk yang tidak toksik. Cara lain adalah menggunakan bentuk modifikasi siklofosfamid yang tidak membentuk akrolein pada waktu cincin terbuka. Pembentukan pra-obat dan bentuk modifikasi siklofosfamid di atas dijelaskan pada mekanisme berikut :
5.    Modifikasi untuk meningkatkan kelarutan obat
6.    Modifikasi untuk meningkatkan masa kerja obat
7.    Modifikasi untuk kestabilan obat

C.  RANCANGAN YANG LEBIH EFISIEN BERDASARKAN METABOLISME OBAT
              Telah banyak pengetahuan tentang proses metabolism yang terjadi dalam tubuh. Obat sebagai subyek diubah menjadi produk biologis yang tidak aktif. Dalam hal tertentu, pengetahuan ini merangsang ahli kimia medicinal untuk melakukan manipulasi kimia yang lebih baik agar menghasilkan obat yang secara terapetik aktif dan mempunyai tampilan yang lebih baik dibanding senyawa induknya. Manipulasi kimia mungkin dirancang untuk memperpendek atau meningkatkan masa kerja senyawa induk, dengan cara memodifikasi senyawa induk dan meramalkan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Modifikasi ini dapat mempengaruhi lama obat dalam plasma dan menjaga agar kadar obat tetap berada di atas nilai ambang yang bertanggung jawab pada efek farmakologis. Pendekatan yang lebih rasional pada rancangan obat ini hanya digunakan untuk obat-obat yang telah ada atau pada tipe dasar obat dengan aktivitas yang diketahui. Hal ini berarti untuk mendapatkan aktivitas biologis yang diinginkan, senyawa induk sebagai jalur pengembangan produk terapetik menjadi lebih dapat diterima dan lebih meyakinkan dibanding sebelumnya.
1.    Modifikasi untuk memperpendek masa kerja obat
              Pemasukan ke molekul obat gugus-gugus yang mudah diserang (gugus vulnerable) oleh proses metabolisme dalam tubuh, akan memberikan masa kerja yang lebih singkat dibanding senyawa induk. Diperkirakan hasil modifikasi tersebut tidak mengubah aktivitas, penyerapan, dan distribusi senyawa induk. Sangat sedikit contoh-contoh yang diketahui bahwa lebih diinginkan turunan dengan efek terapetik yang lebih singkat dibanding senyawa induk, kecuali untuk obat-obat yang digunakan untuk operasi pembedahan. Untuk pengobatan kronik pada umumnya lebih disukai obat-obat dengan masa kerja yang panjang.
Obat relaksasi otot sering digunakan sebagai penunjang anestesi pada operasi pembedahan, agar diperoleh efek relaksasi otot yang lebih besar. Bila diperlukan anestesi dengan masa kerja singkat, suatu bahan dipolarisasi dengan masa kerja yang panjang seperti dekametonium, menyebabkan rasa nyeri yang tidak menyenangkan, setelah pasien sadar. Dalam keadaan ini lebih baik digunakan relaksan otot yang mempunyai masa kerja singkat, seperti suksametonium klorida. Suksametonium mengandung dua gugus ester vulnerable diantara dua atom N-kationik, sehingga senyawa mudah dimetabolisis.        
            Hidrolisis suksametonium klorida oleh enzim esterase plasma akan menghasilkan senyawa inert, asam suksinat dan kolin, sehingga masa kerja obat menjadi lebih singkat.

2.    Modifikasi untuk memperpanjang masa kerja obat
               Suatu senyawa induk mungkin diubah menjadi obat dengan masa kerja yang lebih panjang melalui beberapa cara. Gugus-gugus pada senyawa induk yang mudah dimetabolisis (gugus vulnerable) akan memberikan masa kerja yang lebih panjang bila:
a.    Dilindungi dari serangan metabolik, yaitu dengan menempatkan gugus tertutup lain di dekatnya sehingga efek halangan ruang menjadi lebih besar
b.    Diganti dengan gugus-gugus yang lebih sulit dimetabolisis
c.    Meningkatkan efek halangan ruang pada gugus vulnerable
                Gugus-gugus vulnerable pada senyawa induk obat dapat diberikan efek halangan ruang terhadap proses metabolic, dengan cara memasukkan gugus alkil di sekitarnya. Keberhasilan metode ini terlihat pada kenaikan waktu paro biologis dari seri alcohol.

D.    Struktur dan Aktifitas Obat
               Sifat-sifat kimia fisika merupakan dasar untuk menjelaskan aktifitas biologis obat karena:
a.    Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengagngkutan obat untuk mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul-molekul obat harus melalui bermacam-macam membran, berinteraksi dengan senyawa-senyawa dalam cairan luar dan dalam sel serta biopolimer. Disini sifat kimia dan fisika berperan dalam proses penyerapan dan distribusi obat sehingga kadar obat pada waktu tertentu mencapai reseptor dalam jumlah yang cukup besar.
b.    Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan yang tinggi saja yang dapat berinteraksi dengan reseptor biologis, sifat kimia fisika harus menunjang orientasi khas molekul pada permukaan reseptor.
Jenis-jenis kerja obat adalah sebagai berikut:
1.    Obat berstruktur non spesifik
             Obat berstruktur nonspesifik , obat yang bekerja secara langsung tidak tergantung struktur kimia. Mempunyai struktur kimia bervariasi, tidak berinteraksi dengan struktur kimia spesifik. Aktifitas
Biologis dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia fisika seperti: adsorpsi, kelarutan, aktifitas termodinamika, tegangan permukaan, potensi oksidasi reduksi, mempengaruhi permeabilitas, depolarisasi membran, koagulasi protein, dan pembentukan kompleks. Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah anastetika umum, hipnotika, bakterisida, antiseptik dan anti jamur
Ciri-ciri obat yang berstruktur nonspesifik adalah :
a.    Obat tidak bereaksi dengan reseptor spesifik
b.    Kerja biologisnya berlangsung dengan aktifitas termodinamika
c.    Bekerja dengan dosis yang relatif besar
d.    Menimbulkan efek yang mirip walaupun strukturnya berbeda
e.    Kerjanya hampir tidak berubah pada modifikasi struktur

2.    Obat berstruktur spesifik
              Obat berstruktur spesifik yaitu obat-obat yang memberikan aktifitas biologis akibat adanya ikatan obat dengan reseptor atau akseptor spesifik. Aktivitas biologisnya dihasilkan dari struktur kimia yang mengadaptasikandirinya ke dalam struktur reseptor dalam bentuk tiga dimensi dalam organisme dan membentuk kompleks.
Karakteristik obat berstruktur spesifik
a.    Efektif pada kadar rendah
b.    Modifikasi sedikit dalam struktur kimianya akan menghasilkan perubahan dalam aktifitas biologisnya
c.    Melibatkan kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal
d.    Pada keadaan kesetimbangan, aktivitas biologisnya maksimal
e.    Melibatkan ikatan-ikatan kimia yang lebih kuat dibandingkan pada senyawa yang berstruktur nonspesifik.
Mekanisme obat yang mungkin terjadi
•Bekerja terhadap enzim antagonis dengan cara pengaktifan, penghambatan, atau pengaktifan kembali enzim-enzim tubuh.
•Penularan fungsi gen yang bekerja pada membran, yaitu dengan mengubah membran sel dan mempengaruhi sistem transport membran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas biologis
a.    Sifat kimia fisika
b.    Koefisien partisi
Koefisien partisi adalah kelarutan relatif zat antara dua fase yang saling tidak tercampur.
c.    Derajat ionisas

E.    Efek Farmakologi Gugus Spesifik
             Modifikasi dalam molekul suatu senyawa induk adalah salah satu cara untuk mendapatkan obat baru, variasi dalam struktur akan mengubah aktivitas biologis yang ditentukan oleh sifat  fisika, distribusi ke sel dan jaringan, penembusan ke enzim dan reseptor, cara bereaksi ke target dan eksresi

F.    Modifikasi Lamanya Aksi Obat
            Modifikasi Lamanya Aksi Obat yaitu aksi yang diperpanjang atau diperpendek, biasanya diinginkan agar obat mempunyai kerja yang diperpanjang, contoh :antibiotik sering diperlukan untuk memperoleh konsentrasi yang tinggi dan harus dipertahankan dalam darah. Ada beberapa cara yang digunakan untuk memperpanjang aksi obat:
a.    Esterifikasi: terutama untuk steroid seperti androgen, estrogen, progesteron, dan juga antibiotik tertentu, sperti eritromisin, oleondromisin.
b.    Pembentukan kompleks, seperti: vit B-12, amfetamin tannat
c.    Pembentukan garam, contoh: garam penisilin seperti prokain penisilin
d.    Pengubahan senyawa-senyawa yang tidak jenuh menjadi jenuh, contoh prednison menjadi prednisolon.
           Jika ingin memperpendek lama kerja obat dapat dengan mengganti gugus kimia yang stabil dengan yang labil, contoh: substitusi ion cl dari Cl-profamid dengan gugus metil menjadi tolbutamid, karena gugus metil labil maka gugus ini segera teroksidasi menjadi karboksilat yang memberikan suatu produk inaktif, waktu paruh tolbutamid hanya 5,7 jam sedangkan klorporamid 33 jam.
            Berdasarkan sumbernya dewasa ini obat digolongkan menjadi 3 diantaranya adalah :
1.    Obat alamiah
Obat alamiah adalah obat yang terdapat di alam, contohnya pada tanaman, kuinon dan atropin, pada hewan contohnya minyak ikan dan hormon, serta mineral contohnya adalah belerang, Kbr
2.    Obat semisintetik
Obat semisintetik adalah obat hasil sintesis yang bahan dasarnya berasal dari obat bahan alam, contoh morfin menjadi kodein dan diosgenin menjadi progesteron.
3.    Obat sintetik murni
Obat sintetik murni adalah obat yang bahan dasarnya tidak berkhasiat, setelah disintesis akan didapatkan senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu. Contoh : obat-obatan golongan analgetik-antipiretik, antihistamin dan diuretik.
            Tiga fasa yang menentukan terjadinya aktifitas obat diantaranya adalah :
1.    Fasa farmasetik
Fasa farmasetis meliputi proses pabrikasi, pengaturan dosis dan proses formulasi, bentuk sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya zat aktif. Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk diserap oleh tubuh.
2.    Fasa farmakokinetik
Fasa farmakokinetik meliputi proses penyerapan obat (Absorpsi), distribusi obat, metabolisme obat, dan Eksresi obat (ADME). Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai sasaran atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respons biologis.
3.    Fasa farmakodinamik
Fasa farmakodinamik merupakan fasa terjadinya interaksi antara obat dengan reseptor dalam jaringan sasaran. Fasa ini berperan dalam timbulnya respons biologis



                                                                        Daftar Pustaka

Siswandono dan Bambang, S. 2000. Kimia Medisinal .Airlangga University     Press: Surabaya.





Selasa, 16 Oktober 2012

sensitifitas antibiotik

                                                                                 BAB I
                                                                        PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
         Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Pada peneliti diseluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik. Akan tetapi, berhubung dengan sifat toksisnya bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat diantaranya adalah Tetrasiklin, amoxicillin, erytromisin, ampisilin, Kloramfenikol, dan Rifampisn.
          Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensis infeksi, msalnya pada pembedahan besar. Secara provilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi.
          Jumlah antibiotika yang beredar dipasaran sekarang ini semakin banyak macamnya dan melonjak tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu antibiotika dalam penggunaannya membutuhkan waktu yang lama baik dlam penyimpanan dan peredarannya. Hal ini dapat menyebabkan potensi dari antibiotika menurun dan bahkan bisa hilang.

B.    Rumusan Masalah
Penentuan sensivitas dari suatu antibiotik terhadap suatu mikroorganisme.
C.    Maksud Praktikum
Maksud pada percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara penentuan sensitivitas beberapa obat antimikroba terhadap mikroorganisme tertentu.
D.    Tujuan Praktikum
Tujuan  pada percobaan ini ádalah untuk menentukan tingkat sensitivitas  dari Ampisilin®, Ceftriakson®, Asitromisin®, Cotrimoksazol®, Cefadroxil®, Amoksisilin®, Gentamisin®, Oflolesasin®, Ciprofloxasin® dan Kloramfenikol®terhadap mikroba ujiyang terdapat sampel ISK dengan menggunakan medium PCA.            
E.    Manfaat Praktikum
Manfaat praktikum ini adalah untuk mengetahui kemampuan antibiotik yang beredar dipasaran sesuai dengan standar penggunaannya dalam mematikan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
                                                                        
                                                                         BAB II
                                                               KAJIAN PUSTAKA
A.    Teori Umum
           Istilah antibiotk untuk pertama kali digunakan oleh Waksman (1945) senagai nama dari suatu golongan substansi yang berasal dari bahan biologis yang kerjanya antagonistic terhadap mikroorganisme. Istilah itu berarti “melawan hidup” dengan klata l;ain maksud dari antibiotic adalah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme hidup, yang dapat menghambat mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnakannya (Irianto. 2006)
           Istilah resistensi itu menunjukan bahwa suatu mikroorganisme , sudah tidak peka terhadap suatu suatu zat atau sediaan antimikroba atau antibiotic, sehingga akan membawa masalah dalam terapi dan bahkan akan menggagalkan terapi dengan suatu antibiotic terhadap agen penyebab infeksi. Resistensi adalah ketahanan suatu mikroorganisme terhadap antimikroba atau antibiotic tertentu (Zaraswati. 2008)
            Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi bawaan (primer) ,resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomat. Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme.Hal ini misalnya disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotic pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme dapat menguraikan antibiotic.Contohya adalah Staphylococcus dan bakteri lainnya yang mempunyai enzim penicillinase yang dapat menguraikan penicillin dan sefalosforin (Bibiana. 1994)
           Mekanisme resistensi dapat terjadi secara genetic dan nongenetik. Secara genetic resistensi dapat terjadi dengan cara konjugasi dan transduksi antar strain yang sama, sedangkan secara non genetic resistensi dapat terjadi melaluarutan  pemberian antibiotic yang berlebih, pemberian dosis rendah secara terus menerus atau tidak beraturan (Soeharsono. 2005)
           Bakteri yang resistensi dapat mengancam kehidupan manusia atau hewan karena dapat meningkatkan morbiditas penyakit dan mortalitas akibat kegagalan pengobatan selain itu biaya pengobatan juga meningkat karena harus menggunakan antibakteri dosis tinggi atau lebih dari satu macam antibakteri, etau menggunakan antibakteri baru yang harganya mahal (Zaraswati. 2008)
         Resistensi tersebut dapat berupa, Resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resistensi karena adanya factor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakromosomal) atau resistensi karena terjadinya pemindahan gen yang  resistensi atau factor R atau plasmid R atau plasmid (resistensi silang) atau dapat dikatakan bahwa suatu mikroorgananisme dapat resistensi terhadap obat-obat antimikroba, kerena mekanisme genetic atau non genetic (Zaraswati. 2008)
        Resistensi kromosomal merupakan mutasi spontan dari elemen genetic dengan frekuensi 1:107 sampai 1012  kromosom yang telah termutasi ini dapat dipindahkan sehingga terjadi populasi yang resistensi, pada mutasi spontan terjadi seleksi oleh antibiotika, dimana mikroorganisme yang peka akan musna dan mikroorganisme yang resistensi tetap hidup dan berkembangbiak. Resistensi kromosomal ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu: (Zaraswati. 2008)
1.    Resistensi kromosomal primer
2.     Resistensi kromosomal sekunder
        Produksi antibiotic dilakukan dalam skala besar pada tangki fermentasi dengan ukuran besar sebagai contoh penicillin chfysogentum ditumbuhkan dalam 100.000 liter farmentor selama kurang lebih 200 jam mula-mula suspense spora R. chrysogenum ditumbuhkan dalam media yang bernutrisi kultur dan dimana disimpan pada temperature 240 C dan selanjutnya ditransfer ketangki monokulum. Tangki monokulum digojlok teratur untuk fermentasi yang disimpan hingga sampai 2 hari (Sylvia.
        Perkembangan produksai penicillin dan antibitik lain secara komersial merupakan salah satu peristiwa yang paling dramatis dalam sejarah mikrobiologi industry. Pada tahun 1941 belum ada antibiotic, tetapi 10 tahun kemudian penjualan bersih antibiotic mencapai 30 juta dolar amerika seriakat per tahun. Menurut laporan, lebih dari 125 juta kg antibiotic telah diproduksi pada tahun 1978 (Bibiana. 1994)
         Penicilin merupakan antibiotic pertama yang dibuat dalam skala industry. Sebagai besar dari pengalaman yang diperoleh dari transfornasi hasil pengamatan Alexander Fleming dilaboratorium menjadi usaha skala besar yang secara ekonomis menguntungkan telah membuka jalan bagi produksi antibiotic kemoterapeutik lain yang berhasil setelah ditemukan. (Bibiana. 1994)
           Berdasarkan mekanisme aksinya, Antibiotik dibedakan  menjadi lima (5) yaitu (Bibiana. 1994)
1.    Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik ini adalah antibiotic yang merusak yang merusak peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram negative, contonya penicillin.
2.    Antibiotik yang merusak membrane plasma
Membran plasma bersifat semi permiabel dan mengendalikan dari transport berbagai metabolit kedalam dan keluar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membrane plasma dapat menghambat atau merusak kemampuan membrane plasma sebagai penghalang (barier) osmosis dan mengaggu sejumlah proses biosintess yang diperlukan dalam membrane
3.    Antibiotik yang menghambat sintesis protein
Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotic yang gula aminonya bergabung dalam ikatan glikosida.Antibiotik ini memiliki spectrum luas dan bersifat bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada sintesis protein.
4.    Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)
Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme.
5.    Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial
            Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain dengan adanya kompelitor berupa antimetabolit yaitu substansi yang secara kompetitis menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip dengan substrak normal bagi enzim metabolisme.
Sebab lainnya yang menyebabkan mikroorganisme resistensi terhadap suatu obat ialah: (Zaraswati. 2004)
1.    Meningkatkannya destruksi obat
Ini merupakan mekanisme utama resistensi terhadap penicillin, aminoglikosida dan kloramfenikol,
2.    Berkurangnya perubahan obat menjadi bentuk aktif
Flusitosin adalah salah satu obat antifungi harus diubah dalam tubuh mikroorganisme menjadi fluroasil, yang selanjutnya yang dimetabolisme menjadi bentuk aktif dari obat tersebut.

B.    Uraian Bahan
1.    Air suling (Diten POM, 1979)
Nama resmi    : AQUA DESTILLATA
Nama lain    :  Aquadest, air suling
RM / BM    :  H2O / 18,02
Pemerian    : Cairan jernih, tidak berwarna tidak berbau dan tidak mempunyairasa
Penyimpanan     :  Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan     :  Sebagai bahan pengencer
2.    Alkohol (Ditjen POM, 1979)
    Nama resmi    :     Aethanolum
    Nama lain    :     Etanol, alkohol
    RM / BM    :     C2H6O / 46,07
    RB    :     CH3-CH2-OH
Pemerian    : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah                                                     terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.                                                 
Kelarutan    : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan                                                       dalam eter P
    Penyimpanan    :     Dalam wadah tertutup rapat
    Khasiat    :     Zat tambahan
Kegunaan    :     Sebagai Antiseptik 
C.    Uraian Sampel
1.    Amoxicillin (Iso farmakoterapi, 2008)
Indikasi    :    Infeksi saluran kemih, otitsmedia, sinusitis, bronkitis, kronis, salmonelosis, gonore, profilaksis endokartis dan terapi tambahan pada meningitis listeria
Cara kerja obat     :    Amoxicillin adalah senyawa Penisilina semisintetik dengan aktivitas antibakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positip dan beberapa gram negatip yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap Amoxicillin antara lain : Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H influenzas, E. coli, dan P. mirabiiis. Amoxicillin kurang efefktif terhadap species Shigella dan bakteri penghasil beta laktamase. 
Peringatan    :    riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritmetous pada glandular fever, leukimia limfositik kronik dan AIDS
Kontraindikasi     :    hipersensitifitas  terhadap penisilin
Efek samping    :    mual, diare ruam, kadang-kadang terjadi kolitis karena antibiotil
Dosis    : oral dewasa 250-500mg tiap 8 jam, infeksi saluran nafas berat/berulang 3 gram tiap 12 jam, infeksi salura kemih 3 gram diulang setelah 10-12 jam
2.    Ampicillin ® (ISO Farmakoterapi, 2008)
Indikasi    :    Ampisilina digunakan untuk pengobatan:
Infeksi saluran pernafasan,seperti pneumonia faringitis, bronkitis, laringitis. Infeksi saluran pencernaan, seperti shigellosis, salmonellosis.Infeksi saluran kemih dan kelamin, seperti gonore (tanpa komplikasi), uretritis, sistitis, pielonefritis.Infeksi kulit dan jaringan kulit.Septikemia, meningitis.
Kontra Indikasi    :    Hipersensitif terhadap penisilina.
Komposisi    :    Tiap captab mengandung Ampisilina Trihidrat setara dengan Ampisilina Anhidrat 500 mg.
Cara Kerja    :    Ampisilina termasuk golongan penisilina semisintetik yang berasal dari inti penisilina yaitu asam 6-amino penisilinat (6-APA) dan merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakterisid. Secara klinis efektif terhadap kuman gram-positif yang peka terhadap penisilina G dan bermacam-macam kuman gram-negatif, diantaranya :
a.    Kuman gram-positif seperti S. pneumoniae, enterokokus dan stafilokokus yang tidak menghasilkan penisilinase.
b.    Kuman gram-negatif seperti gonokokus, H. influenzae, beberapa jenis E. coli, Shigella, Salmonella dan P. mirabilis.
Dosis    :    Untuk pemakaian oral dianjurkan diberikan ½ sampai 1 jam sebelum makan.
Cara pembuatan suspensi, dengan menambahkan air matang sebanyak 50 ml, kocok sampai serbuk homogen.Setelah rekonstitusi, suspensi tersebut harus digunakan dalam jangka waktu 7 hari.
Pemakaian parenteral baik secara i.m. ataupun i.v. dianjurkan bagi penderita yang tidak memungkinkan untuk pemakaian secara oral.
Efek Samping    :    Pada beberapa penderita, pemberian secara oral dapat disertai diare ringan yang bersifat sementara disebabkan gangguan keseimbangan flora usus. Umumnya pengobatan tidak perlu dihentikan.Flora usus yang normal dapat pulih kembali 3 - 5 hari setelah pengobatan dihentikan.
Gangguan pada saluran pencernaan seperti glossitis, stomatitis, mual, muntah, enterokolitis, kolitis pseudomembran.Pada penderita yang diobati dengan Ampisilina, termasuk semua jenis penisilina dapat timbul reaksi hipersensitif, seperti urtikaria, eritema multiform.Syok anafilaksis merupakan reaksi paling serius yang terjadi pada pemberian secara parenteral.
Cara Penyimpanan    :    Simpan di tempat sejuk dan kering.
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Jenis    :    Tablet
Produsen    :    PT Indofarma
3.    Cefadroxil®  (ISO Farmakoterapi , 2008)
Indikasi    :    Infeksi bakteri gram positif dan bakteri gram negative.
Peringatan    :  Alergi terhadap penisilin, gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan menyusui, positif palsu untuk glukosa urin, positif palsu pada uji coms.
Cara Kerja    :    Cefadroxil adalah antibiotika semisintetik golongan sefalosforin untuk pemakaian oral.
Cefadroxil bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesa dinding sel bakteri.Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-hemolytic, Staphylococcus aureus (termasuk penghasil enzim penisilinase), Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis.
Kontraindikasi    :    Hipersensitifitas terhadap sefalosporin, porfilia.
Efek samping    :     Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik, mual dan muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, demam, atralgia, eritema, gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan hikteruscolestatik. 
Dosis    :   Berat badan > dari 40kg 0,5-1g 2 x sehari; anak < dari 1 tahun 25 mg/kg perhari dalam dosis terbagi; anak 1-6 tahun 250 mg 2 x sehari; anak > dari 6 tahun 500 mg 2 x sehari.
4.    Ciprofloxasin (ISO Farmakoterapi, 2008)
Komposisi    :    Tiap tablet salut selaput mengandung : Ciprofloksasin    500 mg
Indikasi    :    Infeksi saluran kemih, saluran cerna, termasuk demam tifoid dan paratiroid, saluram nafas kecuali pneumonia akibat Streptococcus, infeksi kulit dan jaringan lunak, tulang dan sendi.
Kontraindikasi    :     Hipersensitif terhadap ciprofloxasin dan derivat kinolon yang lain, wanita hamil dan menyusui, anak dan remaja sebelum akhir fase pertumbuhan.
Farmakologi     :    Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine.
Dosis    :     Infeksi ringan(saluran kemih) :  sehari 2x250 mg
        Infeksi berat(saluran kemih)  :  sehari  2x500 mg
        Infeksi ringan (saluran nafas) : sehari 2x500 mg
        Infeksi berat  (saluran nafas) :   sehari 2x750 mg
        Infeksi saluran pencernaan : sehari 2x500 mg
Efek samping    :    Kadang kadang terjadi keluhan saluran pencernaan seperti mual, diare, muntah, dispepsia, sakit perut dan meteorisme
5.    Clindamicin (ISO Farmakatoterapi, 2008)
Indikasi    :    mengobati infeksi anaerob yang serius, terutama yang disebabkan oleh Bakteriodes fragilis, dan beberapa infeksi staphilococcus dan streptococcus, abses hati , infeksi tulang
Kontra indikasi    :    Jangan diberikan pada pasien yang sensitif terhadap zat aktifnya yang secara kimiawi mirip dengan lincomycin
Mekanisme Kerja    :    Merupakan suatu kerja antibiotika golongan lincosamide dan mempunyai efek terutama sebagai bakteriostatik. Mekanisme kerja clindamisin seperti golongan Lincosamide lain, yaitu dengan mengikat sub unit 50S ribosom kuman yang mirip dengan kerja makrolid dan menghambat tahap awal sintesa protein. Efek clindamisin terutama bersifat bakteriostatik meskipun dalam kadar yang tinggi secara perlahan-lahan dapat bersifat bakterisidal terhadap strain kuman yang sensitif.
Dosis    :    Dosis lazim yang dianjurkan adalah 150-300 mg setiap 6 jam, sedangkan pada infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 450 mg tiap 6 jam
            Anak anak 3 -6 mg / kg setiap 6 jam, sedangkan anak < 1 thn paling tidak 37,5 mg setiap 8 jam
Efek samping    :     Diare, kolitis pseudomembranosa, urtikaria
6.  Doxicillin (ISO Farmakoterapi, 2008)
Indikasi     :    Eksaserbasi bronkitis kronis, bruselosis, klamidia, mikro-plasma dan riketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, akne vulgaris, bruselosis (kombinasi dengan tetrasiklin), sinusitis kronis, prostatitis kronis, penyakit radang pelvis (bersama metronidazole).
Cara Kerja Obat    :    DOXYCYCLINE adalah antibiotika dengan aktivitas antimikroba yang luas. Efektif terhadap bakteri Gram-negatif, seperti Sterptococcus, Staphylococcus, Bacillus anthracis, Brucella spp., Mycoplasma, Klebsiela spp., Treponema pallidum, Rickettsia.DOXYCYCLINE diabsorpsi dengan cepat dan baik dari saluran pencernaan dan tidak tergantung dari adanya makanan.
DOXYCYCLINE diekskresi melalui urin dan feses.
Peringatan     :    Gangguan fungsi hati (hindari pemberian i.v.), gangguan fungsi ginjal, kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas.
Efek samping    :     Mual, muntah, diare, eritema, sakit kepala, dan gangguan penglihatan.
Kontra Indikasi    :    Tidak diberikan pada wanita hamil, dan setelah melahirkan. Kegagalan fungsi hati yang fatal dapat terjadi pada pemberian parenteral
Dosis     :    200 mg pada hari pertama , kemudian 100 mg perhari . pada infeksi berat 200 mg per hari. Akne 50 mg per hari selama 6 -12 minggu atau lebih lama

7.     Erytromisin® (ISO Farmakoterapi, 2008)
Indikasi    :     Sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit leklonaire, syphilis, ueretris non-gonokokus, acne vulgaris dan pertusis.
Farmakokinetik    :     Diserap baik diusus kecil bagian atas, dengan dosis oral 500 mg erytromycin basah dapat dicapai dengan kadar puncak 0,3-1,9 µg/ml   1,6 jam.
Peringatan    :    Gangguan fungsi hati dan portiria ginjal, perpanjangan   interval UIT, kehamilan dan menyusui.
Efek Samping    :     Mual, muntah, nyeri perut, diare, urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainnya, gangguan pendengaran yang refersibel dan gangguan jantung.
Dosis    :    Oral: dewasa dan anak di atas 8 tahun 250, 500 mg tiap 6 jam atau 0,5 – 1 g tiap 12 jam; anqk sampai 2 tahun 125 mg tiap 6 jam; 2-8 tahun 250 tiap 6 jam
Kontra indikasi    :    Hipersensitive terhadap eritromisin, penyakit hati pada eritromisin estalate.


8.    Tetrasiklin® (ISO Farmakoterapi, 2008)
Indikasi    :    Eksaserbasi bronchitis kronis, bruselosis, klamidia, mikoplasma, dan ricketsia, efusi pleura karena keganasan atau sirosis, aknen vulgaris.
Cara Kerja Obat    : Tetrasiklin HCl termasuk golongan tetrasiklin, mempunyai spektrum luas dan bersifat bakteriostatik, cara kerjanya dengan menghambat pembentukan protein pada bakteri.
Peringatan    :    Gangguan fungsi hati (hindari pemberian i.v.), gangguan fungsi ginjal, kadang-kadang menimbulkan fotosensitivitas.
Efek samping    :     Mual, muntah, diare, eritema, sakit kepala, dan gangguan penglihatan.
Dosis    :     Oral ; 250 mg tiap 6 jam. Pada infeksi berat ditingkatkan sampai  500 mg 6-8 jam.   
Kontra Indikasi    :    Tidak diberikan pada wanita hamil, dan setelah melahirkan. Kegagalan fungsi hati yang fatal dapat terjadi pada pemberian parenteral
Dosis    :     oral dewasa 250-500mg tiap 8 jam, infeksi saluran nafas berat/berulang 3 gram tiap 12 jam, infeksi salura kemih 3 gram diulang setelah 10-12 jam.

9.    Kloromfenikol (Dirjen POM., 1979)
    Nama Resmi    :  Chloramphenicolum
    Sinonim    :  Klkoramfenikol
    RM/ BM    :  C11H12Cl2N4O5/ 323,13
    Pemerian     :    Hablur halus berbentuk jarum atau lempng memanjang, putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit. Dalam larutan asam lemah, mantap.
    Kelarutan     :    Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95 %) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
    Kegunaan     :  sampel antibiotic
    Khasiat    :     Sebagai antibiotik
    Farmakokinetik    :    Resopsinya dari usus cepat dan agak lengkap, dengan BA 75-90%. Difusi kedalam jaringan, rongga dan cairan tubuh baik sekali, kecuali dalam empedu.Kadarnya dalam CCS tinggi sekali dibandingkan dengan antibiotika lainnya, juga bila tidak terdapat meningitis. PP-nya lebih kurang 50%, plasma t ½ nya rata-rata 3 jam. Dalam hati, zat ini dirombak 90 % menjadi glukuronida inaktif.Bayi yang baru dilahirkan belum memiliki system enzim perombak secukupnya, maka mudah mengalami keracunan dengan akibat yang fatal.Ekkresinya melaui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10 % secara utuh.
    Efek samping    :    Gangguan lambung-usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang yang dapat tampak dalam dua bentuk anemia.
Indikasi            : Demam tifoid, meningitis purulenta, infeksi kuman anaerob dan riketsiosis.
    Dosis    : Pada tifus permulaan, 1-2 g (palmitat) lalu 4 dd 500-750 mg p.c. Neonati maksimum 25 mg/kg/hari dalam 4 dosis, anak-anak diatas 2 minggu 25-50 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis. Pada infeki parah (meningitis, abces otak) i.v 4 dd 500-1500 mg (Na-suksinat).

10.    Cefixime (ISO Farmakoterapi,2008)
Indikasi     :    infeksi bakteri gram positif dan gram negatif.
Efek samping    :    Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik, mual dan muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, serum sickness, demam, atralgia, anafilaksis, eritema, gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan hikteruscolestatik.
Dosis    :    Dewasa dan anak-anak diatas 10 tahun; 200-400 mg per hari sebagai dosis tunggal atau dibagi dua dosis. Bayi diatas 6 bulan; 8 mg/kg perhari sebagai dosis tunggal atau dibagi dua dosis.Bayi 6 bulan – 1 tahun; 75 mg perhari.Anak 1-4 tahun; 100 mg perhari.Anak 5-10 tahun; 200 mg perhari
11.    Doksisiklin®  (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi    :    Doksisiklin
Nama lain    :    Doksisiklin
RM/BM    :    C22H24N2O8/444,44
Pemerian    :    Serbuk hablur, kuning, tidakberbau atau sedikit berbau lemah
Kelarutan    :    Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50 bagian etanol (95 %) P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P, larut dalam asam encer, larut dalam alkali disertai peruraian.
Penyimpanan    :    Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Jika dalam udara lembab terkena sinar matahari langsung, warna menjadi gelap, larutan dengan pH tidak lebih dari 2 menjadi inaktif dan rusak pada pH 7 atau lebih.
Kegunaan    :    Sebagai sampel antibiotik
12 .Ceftriakson (FT V : 686)
Indikasi         :Lihat di bawah cefaclor dan keterangan di atas; profilaksis bedah; profilaksis meningitis meningokokus
-Kontraindikasi         : untuk pengendapan di urin dan paru-paru bayi baru lahir (dan mungkin pada bayi dan anak yang lebih besar)-
Dosis    : Melalui injeksi intramuskular dalam atau injeksi intravena selama 2-4 menit atau infus intravena, 1 gram sehari; 2-4 gram sehari pada infeksi berat; dosis intramuskular lebih dari 1 gram dibagi lebih dari satu tempat suntikan; dosis intravena di atas 1 gram diberikan hanya melalui infus intravena.NEONATUS melalui infus intavena lebih dari 60 menit, 20-50 mg/kg sehari (maksimal 50 mg/kg sehari) BAYI dan ANAK di bawah 50 mg, melalui injeksi intramuskular dalam atau melalui injeksi intravena selam 2-4 menit, atau melalui infus intravena 20-50 mg/kg sehari; sampai 80 mg/kg sehari pada infeksi berat; dosis 50 mg/kg dan lebih melalui infus intravena saja; 50 kg dan lebih, dosis dewasa.
Efek samping     : Lihat di bawah cefaclor; kalsium ceftriaxone mengendap di urin (terutama pada yang sngat muda, dehidrasi atau tidak dapat bergerak) atau di kandung empedu- pertimbangkan untuk menghentikan bila terdapat gejala; jarang terjadi adalah peningkatan waktu waktu protrombin, pankreatitis.
13.Gentamycin (FT V : 714)
Komposisi     :Tiap gram mengandung Gentamicin Sulfate setara dengan 1 mg Gen-tamicin base.
Cara Kerja Obat      : Gentamycin Sulfat mempunyai daya bakterisidal spektrum luas ter-hadap spesies Staphylococcus.Mekanisme kerja dengan menghambat syntesa protein bakteri.
Indikasi     :Untuk pengobatan infeksi topikal baik infeksi kulit primer maupun sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap Gentamicin.
Dosis     : Oleskan pada kulit yang sakit 3-4 kali sehari.
 Efek Samping  : Dapat mengakibatkan iritasi ringan eritema dan pruritis
Kontra Indikasi :Sensitivitas terhadap Gentamycin.Infeksi virus dan jamur.
14.    Metronidazol (FT V : 552-553)
Indikasi    :Metronidazole efektif untuk pengobatan : 1. Trikomoniasis, seperti vaginitis dan uretritis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.
2. Amebiasis, seperti amebiasis intestinal dan amebiasis hepatic yang disebabkan oleh E. histolytica.
3. Sebagai obat pilihan untuk giardiasis.
KontraIndikasi    :Penderita yang hipersensitif terhadap metronidazole atau derivat nitroimidazol lainnya dan kehamilan trimester pertama.
Komposisi    :Tiap tablet mengandung metronidazol 250 mg.
Tiap tablet salut selaput mengandung metronldazol 500 mg.
CaraKerja    :Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid.
Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar.Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat.
Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Gierdia lamblia.Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik.
Dosis    :Trikomoniasis:
Pasangan seksual dan penderita dianjurkan menerima pengobatan yang sama dalam waktu bersamaan.
Dewasa : Untuk pengobatan 1 hari : 2 g 1 kali atau 1 gram 2 kali sehari. Untuk pengobatan 7 hari : 250 mg 3 kali sehari selama 7 hariberturut-turut.
Amebiasis    :Dewasa : 750 mg 3 kali sehari selama 10 hari.
Anak-anak : 35 - 50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3, selama10 hari.
Giardiasis    : Dewasa : 250 - 500 mg 3 kali sehari selama 5 - 7 hari atau 2 g 1 kalisehari selama 3 hari.
Anak-anak: 5 mg/kg BB 3 kali sehari selama 5-7 hari.
EfekSamping    :Mual, sakit kepala, anoreksia, diare, nyeri epigastrum dan konstlpasi.
Perhatian    :Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan pada susunan saraf pusat, diskrasia darah, kerusakan hati, ibu menyusui dan dalam masa kehamilan trimester II dan III. Pada terapi ulang atau pemakaian lebih dari 7 hari diperlukan pemeriksaan sel darah putih.
Kemasan    : Metronidazole 250 mg, botol 100 tablet.
15.    Ofloxacin®  ( ISO Indonesia )
Komposisi: Ofloxacin / Ofloksasin.
Indikasi    : Infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi kulit & jaringan lunak, infeksi kebidanan dan kandungan, uretritis gonokokal yang tidak berkomplikasi, uretritis non gonokokal.
Kontra Indikasi    :Hipersensitivitas, anak-anak, wanita hamil, &menyusui.
Perhatian    :Kerusakan ginjal, kejang.Usia lanjut
Interaksi obat : antasida dapat mengurangi absorpsi/penyerapan Ofloksasin.
Efek Samping    :Gejala-gejala anafilaksis, ruam kulit, gatal-gatal, gangguan saluran pencernaan, kelainan hati & hematologis.
Dosis: Infeksi saluran kemih : 100-400 mg/hari dibagi menjadi 1-2 kali pemberian selama 1-10 hari.
Infeksi berat atau berkomplikasi : dinaikkan sampai 600 mg/hari dan atau sampai 20 hari.
16.    Azithromycin ( ISO Indonesia )
Indikasi    : Infeksi saluran nafas atas dan bawah, kulit dan jaringan lunak dan Uretritis non-Gastro Intestinal dan servisitis karena Chlamydia trachomatis


Kontra indikasi    : Hipersensitivitas terhadap azitromisin atau makrolid.
Perhatian    :Gangguan ginjal sedang atau berat, hamil, laktasi.
Interaksi Obat    :Teofilin, warfarin, karbamazepin, alkaloid ergot
Efek samping    : Mual, rasa tidak enak pada perut, muntah, kembung,
Kemasan     : Kapsul 250 mg x 5 x 6's
Dosis         : Dewasa 1 x sehari 500 mg selama 3 hari
Anak 10 mg/kg/hari dosis tunggal selama 3 hari

17.    Levofloksacin ( ISO Indonesia )
Indikasi    :Levofloksasin diindikasikan untuk orang dewasa (>18 tahun) dengan infeksi-infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif pada kondisi Sinusitis maksilaris akut.
KontraIndikasi    :N/A
Komposisi    :Tiap 100 ml larutan Tevox Infus mengandung:
Levofloksasin hemihidrat yang setara dengan Levofloksasin 500 mg.  Tevox Tablet mengandung: Levofloksasin 500 mg.
Aplikasi    : Tevox Infus: diberikan secara perlahan melalui infus intravena. Tevox Tab: 250-500 mg satu kali sehari tergantung jenis dan tingkat keparahan dari infeksi dan sensitivitas dari patogen penyebab.
Kemasan    :Tevox Infus: botol @ 100 ml
Tevox Tablet 500 mg: kotak berisi1 blister @ 10 tablet.


18.    Penisillin ( ISO Indonesia )
Indikasi    : Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif dan Gram negatif yang rentan terhadap Benzilpenisilin.
Kontraindikasi    :Hipersensitif terhadap Penisilin.
Perhatian     : Bayi dan usia lanjut, Kerusakan ginjal, Gagal jantung kongestif, dan Hipersensitif terhadap Sefalosporin
Interaksi obat    :Probenesid, Aspirin, Fenilbutazon, Indometasin memperpanjang waktu paruh Benzilpenisilin dalam plasma.
Kemasan    :Tablet 20 strip @ 10 Tablet.

D.    Uraian Sampel
a.    Peradangan Telinga Tengah (Otitis Media)
Tabung Eustachian normalnya mencegah akumulasi dari cairan dengan mengizinkan cairan untuk mengalir melalui tabung.Otitis media kronis berkembang melalui waktu, dan seringkali mulai dengan efusi (cairan) telinga tengah yang kronis yang tidak menghilang. Cairan yang gigih ini akan sering menjadi terkontaminasi dengan bakteri-bakteri, dan bakteri-bakteri yang ditemukan pada otitis media kronis seringkali berbeda dari yang ditemukan pada otitis media akut. Oleh karenanya, segala sesuatu yang dapat mengganggu fungsi dari tabung Eustachian dapat menjurus pada otitis media kronis.
Penyebab
•    Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.
•    Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya.
•    Virus ditemukan pada 25% kasus da  da dan n kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri.
•    Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama aliran lendir
b.    Diare dan Gejala Diare
Di Indonesia, sebagian besar diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan parasit juga dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus besar.
Penyebab Diare
Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya.Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa penyebab diare, yaitu:
1.    Infeksi oleh bakteri, virus atau parasit.
2.    Alergi terhadap makanan atau obat tertentu.
3.    Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti: Campak, Infeksi telinga, Infeksi tenggorokan, Malaria, dll.
4.    Pemanis buatan
Berdasar metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus.
Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai:
•    Muntah
•    Badan lesu atau lemah
•    Panas
•    Tidak nafsu makan
•    Darah dan lendir dalam kotoran

c.    Candidiasis
Candidiasis, disebut juga infeksi ragi (Yeast infection) atau sariawan, Candidosis, Moniliasis, dan Oidiomycosis, adalah infection fungi (mycosis) dari salah satu spesies Candida, dimana Candida albicans adalah yang paling umum. Candidiasis meliputi infeksi yang berkisar dari yang ringan seperti sariawan mulut dan vaginitis, sampai yang berpotensi mengancam kehidupan manusia. Infeksi Candida yang berat tersebut dikenal sebagai candidemia dan biasanya menyerang orang yang dalam kondisi sangat lemah imun, seperti penderita kanker, AIDS dan pasien transplantasi.Infeksi kulit ringan dan membran mucosal oleh Candida menyebabkan radang lokal dan kegelisahan, infeksi ini yang umum diderita manusia.
Type/Jenis
Candidiasis dapat dibagi ke dalam jenis berikut ini:
1.    Oral candidiasis.
2.    Perlèche, luka dan radang pada tepi kanan/kiri mulut luar, penyebab candida albicans.
3.    Candidal vulvovaginitis, infeksi membran mucous vagina.
4.    Candidal intertrigo, infeksi pada kulit.
5.    Diaper candidiasis, infeksi pada daerah yang ditutupi diaper (popok) bayi.
6.    Congenital cutaneous candidiasis, infeksi pada kulit bayi lahir prematur.
7.    Perianal candidiasis, infeksi pada kulit muara anus.
8.    Candidal paronychia, infeksi pada lipatan kuku.
9.    Erosio interdigitalis blastomycetica, infeksi pada kulit jari.
10.    Chronic mucocuntaneous candidiasis, infeksi kronis pada kuku dan mukosa kulit.
11.    Candidiasis sistemik, infeksi yang menyebar dan menyebabkan keracunan darah khususnya pada imun rendah.
12.    Candidid, peradangan pada kulit tangan akibat jamur dari kaki (seperti dermatophytids).
13.    Antibiotik candidiasis, dapat terjadi karena kelebihan pemakaian atau pe-resep-an berbagai antibiotik (seperti oxytetracycline yang umumnya digunakan untuk mengontrol acne). Efek dari antibiotik adalah mengurangi flora bakteri yang umum terdapat dalam sistem gastrointestinal, sehingga menimbulkan lingkungan yang kondusif untuk perkembangbiakan Candida yang ada karena tidak adanya kompetisi utama. Situasi ini dapat tetap stabil sampai pasien berhenti mengkonsumsi antibiotik. efek antibiotik yang diharapkan terjadi pada satu wilayah tubuh, akan berefek negatif pada wilayah lain jika pemakaiannya berlebihan, contohnya di wilayah genital/kemaluan. Bakteri flora yang normal terdapat pada wilayah kemaluan dan tidak berbahaya bagi tubuh akan banyak yang terbunuh oleh antibiotik ini. Gejalanya, akan muncul kemerahan dan rasa gatal (jamur-an pada genital wanita dan rasa gatal pada genital pria) yang dapat berlangsung selama periode pemakaian antibiotik. Ruam dapat diobati atau dikontrol oleh obat antifungal yang cocok, tetapi infeksi kemungkinan baru dapat terhapus bila keseimbangan jumlah bakteri / fungal asli telah dikembalikan seperti semula (dengan berhenti menggunakan antibiotik).
Penyebab
Yeasts Candida biasanya hadir pada manusia, dan pertumbuhannya biasanya dibatasi oleh sistem kekebalan tubuh manusia. Mikroorganisme  tertentu dalam tubuh manusia yang menempati lokasi yang sama dengan yeast candida misal bakteri (niches) dalam tubuh manusia dapat juga menghambat pertumbuhan yeast candida ini.
Begitu juga yang terjadi pada vagina, mikroorganisme tertentu dapat membantu manusia mencegah perkembangbiakan candida.Penggunaan pembersih kimia (deterjen) pada vagina, penyemprotan (air), dan gangguan internal (hormonal atau fisiologis) tertentu dapat mengganggu keseimbangan ‘ekosistem’ tadi.Kehamilan dan penggunaan kontrasepsi oral telah dilaporkan sebagai faktor risiko, sedangkan anggapan pembersihan sesegera mungkin setelah melakukan hubungan seks vaginal dan seks anal dengan menggunakan pelumas yang mengandung gliserin tetap menjadi kontroversi sampai saat ini.Diabetes mellitus dan penggunaan antibiotik anti bakteri (khususnya tanpa pengawasan medis) juga dihubungkan dengan meningkatnya insiden infeksi ragi.
d.    Karies Gigi (Gigi Berlubang)
Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Sisa makanan yang bergula atau susu yang menempel pada permukaan email akan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email. Bila proses ini sudah terjadi maka terjadi progresivitas yang tidak bisa berhenti sendiri, kecuali dilakukan pembuangan jaringan karies dan dilakukan penambalan pada permukaan gigi yang terkena karies oleh dokter gigi.
Karies sangat sering terjadi pada gigi-gigi geraham, terutama pada permukaan kunyah, karena pada permukaan tersebut terdapat parit-parit kecil yang cukup dalam sehingga permukaan sikat gigi tidak dapat menjangkaunya dan mengakibatkan penumpukan sisa makanan di parit tersebut.
Ada beberapa faktor yang penting:
    Partikel makanan yang tidak dibersihkan bertumpuk menjadi plak.
    Di dalam plak hidup berbagai bakteri, terutama jenis streptokokus mutans, atau laktobasilus.
    Bila anak sering makan mengandung gula atau sukrosa, bakteri akan menggunakan sukrosa dan membentuk asam organik.
    Bila suasana sekitar gigi menjadi asam, mineral kalsium dan fosfor akan lepas dari gigi.
    Karena hilangnya mineral, gigi menjadi rapuh dan akhirnya berlubang

e.    Infeksi Saluran Kemih
Ada dua jenis penyakit ISK, yaitu ISK bagian atas dan ISK bagian bawah.ISK bagian bawah dinamakan sistitis.Pada ISK bagian atas kuman menyebar lewat saluran kencing, ginjal, dan bahkan seluruh tubuh. Sehingga dampak lanjutannya penderita akan mengalami infeksi ginjal dan urosepsis. Itu sebabnya penyakit ini sama sekali tak boleh dianggap remeh.
ISK merupakan gangguan pada saluran kemih yang disebabkan adanya sumbatan. Biasanya, yang menyumbat itu adalah batu berbentuk kristal yang menghambat keluarnya air seni melalui saluran kemih, sehingga jika sedang buang air kecil terasa sulit dan sakit. Tapi, bila saat buang air seni disertai dengan darah, itu petanda saluran kemih anda sudah terinfeksi.
Penyebab Infeksi Saluran Kemih
Penyebab sakit infeksi saluran kemih antara lain adalah karena sistem kekebalan tubuh yang menurun sehingga bakteri dari alat kelamin, dubur atau pun dari pasangan (akibat hubungan intim) masuk ke dalam saluran kemih. Bakteri tersebut antara lain Escherichia Coli, KlebsiellaadanaPseudomonas.Penyebab lainnya adalah kebiasaan yang kurang baik, misalnya kurang minum air putih..

E.    Prosedur Praktikum
1.    Penyiapan mikroorganisme uji inokulum ( Djide;2003; hal 161 )
Mikroorganisme uji yang telah terpilih dan sesuai untuk suatu pengujian antibiotic (tabel FI III, 1979) digunakan media no. 1 (FI IV, 1995) diinkubasi pada suhu 35 – 37oC selama 24 jam. Pertumbuhann pada permukaan agar dibilas dengan larutan NaCl fisiologis (0,9) % dan dipindahkan kedalam media yang sama pada botol roux untuk perbanyakan (250 ml). disebarkan dan diinkubasikan pada suhu 35– 37o C selama 24 jam.
2 Penyiapan media agar (lempeng) ( Djide;2003; hal 162 ).
Cawan Petri steril disiapkan sebanyak jumlah replikasi yang dibutuhkan sesuai dengan desian pengujian yang ditetapkan, kedalam media setiap cawan petri dituangi media agar (45o) sebanyak 15 ml sebagai base layer.
3. Uji Sensivitas ( Djide;2003; hal 162 )
Diatas permukaan lapisan dasar (base layer) dituangi 4-5 ml inokulum yang telah disiapkan sebelumnya diratakan, kecuali beberapa antibiotic tertentu volumenya berbeda. Putar cawan Petri untuk menyebar inokulum pada permukaan dan biarkan sampai memadat. Lalu dijatuhkan pencadang sebanyak 6 buah ntuk setiap cawan Petri kepermukaan media tadi dengan ketingian tertentu dan diatur sedemikian rupa, sehingga jaraknya satu sama lain kurang lebih 3 cm dengan sudut 60o

                                                                          BAB III
                                                              KAJIAN PRAKTIKUM
A.    Alat yang Dipakai
Adapun alat yang dipakai pada saat praktikum kali adalah autoklaf, enkas, lumpang dan alu, timbangan analitik, botol coklat, cawan petri steril, vial steril, erlenmeyer, inkubator aerob, lampu spiritus, ose bulat, rak tabung, sendok tanduk, spoit1 ml dan 10 ml,keranjang alat,gunting dan tabung reaksi.
                                              B.aBahan yang Digunakan
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum kali adalah antibiotik (Amoxicilin®, Ampicilin®, Azitromicin®, Clindamicin®, Cefadroxil®, Ciprofloxacin®, Cotromoksazol®, Doxysiklin®, Kloromfenikol®,Ceftriaxone®, Klindamicin®, Leveflacin®, Metrodiazol®, Ofloxacin®, Gentamicin®, Cefixime®, Eritromicin®, Penicilin®, dan Tetracyclin®), sampel  ISK (Infeksi saluran kemih), diare, karies gigi dan otitis media, paperdisk ,alkohol 70 %, air steril, tanah , aluminium foil, kapas, tissue, karet gelang, kertas label, kertas pembungkus, korek gas, medium PCA , medium NA (Nutrient Agar), medium PDA (Potato Dextrose Agar),

                                    C.aCara Kerja
1.    Penyiapan sampel
a.    Disiapkan alat dan bahan
b.    Disiapkan medium GNB  untuk sampel sumber infeksi.
c.    Diambil sumber titis media dengan menggunakan alat steril (cotton bud), sampel yang telah diambil dimasukkan kedalam medium GNB.
d.    Diinkubasi selama 1x24 jam dalam inkubator.
2.    Penyiapan antibiotik
-    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
-    Dibuat pengenceran antiobiotik berdasarkan konsentrasi ppm masing-masing obat.
-    Dimasukkan pada wadah vial yang telah disiapkan.
-    Direndam paper disc dalam antibiotik dan siap untuk digunakan.
3.    Perlakuan terhadap Antibiotik   
-    Disiapkan alat dan bahan  yang akan digunakan
-    Diambil medium PCA (Plate Count Agar) sebanyak 10 ml, dimasukkan kedalam vial dan ditambahkan 1 ml sampel ISK , homogenkan
-    Dituang  kedalam cawan petri, homogenkan dan biarkan memadat.
-    Dimasukkan paperdisc yang telah direndam dalam larutan antibiotik ( Erytromicin, Dosisiklin, Ofloksasin, Levofloksasin, Clindamisin, Cefadroksil, Amoxcicillin, Cefixime, Mtronidazol dan Ciprofloksasin.
-    Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 1 x 24 jam.
-    Diamati dan diukur zona hambatannya.
-    Dilakukan cara yang sama dengan antibiotik dan sampel yang berbeda.

                                                                BAB IV
                                              KAJIAN HASIL PRAKTIKUM
A.    Hasil Praktikum
1.    Tabel pengamatan
Kelompok I ( Infeksi Saluran Kemih )
NO    Antibiotik    Diameter ( mm )
        I    II    III    Rata-rata
1    Ceftriakson    -    -    -    -
2    Ciprofloksasin    22    13    13    16
3    Asitromisin    11    11    12    11,33
4    Cefadroksil    -    -    -    -
5    Cotrimoksazol    8    9    7    8
6    Ampisilin    -    -    -    -
7    Kloramfenikol    13    14    13    13,33
8    Amoksisilin    1]3    12    13    12,6
9    Gentamisin    -    -    -    -
10    Oflolesasin    9    9    8    8,67

Kelompok II ( Diare )
NO    Antibiotik    Diameter ( mm )
        I    II    III    Rata-rata
1    Gentamisin    -    -    -    -
2    Tetrasiklin    -    -    -    -
3    Cotrimuksazol    -    -    -    -
4    Cefixim    -    -    -    -
5    Clindamisinl    -    -    -    -
6    Ampisilin    -    -    -    -
7    Amoksicilinl    -    -    -    -
8    Doksisiklin    -    -    -    -
9    Metronidazol    -    -    -    -
10    Aritromisin    -    -    -    -

Kelompok III ( Candiasis Bibir )
NO    Antibiotik    Diameter ( mm )
        I    II    III    Rata-rata
1    Ertromisin    14    15    16    15
2    Cotrimoksazol    22    21    22    21,67
3    Penisilin    13    14    12    13
4    Ampisilin    11    12    13    12
5    Ciprofloksasin    22    25    26    24,3
6    Lefofloksasin    14    14    14    14
7    Ofliksasinl    19    18    26    21
8    Tetrasiklin    11    12    11    11,33
9    Metronidazol    15    15    14    14,67
10    Amoksisilin    9    10    10    9,67

Kelompok IV ( Karies gigi )
NO    Antibiotik    Diameter ( mm )
        I    II    III    Rata-rata
1    Tetrasiklin    31    30    30    30,3
2    Cefadroksil    29    29    30    29,3
3    Ampicillin    23    22    23    22,6
4    Cloramfenikol    33    32    33    32,6
5    Clindamicin    15    16    15    15,3
6    Ciprofloksasin    31    33    34    32,6
7    Amokcisilin    24    22    20    22
8    Metronidazol    24    24    25    24,3
9    Cefiksim    26    25    25    25,3
10    Erytromicin    18    19    19    18,6

Kelompok V( Infeksi Saluran Kemih )
NO    Antibiotik    Diameter ( mm )
        I    II    III    Rata-rata
1    Cloramfenikol    -    -    -    -
2    Klindamicin    -    -    -    -
3    Tetraciclin    12    17    17    15,3
4    Cefadroksill    -    -    -    -
5    Ampicilin    -    -    -    -
6    Metronidazol    10    10    10    10
7    Amoksicillin    -    -    -    -
8    Ciprofloksasin    -    -    -    -
9    Eritromicin    13    12    10    11,6
10    Cefixime    9    10    10    9,6

                                                                 B. Pembahasan
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,  yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Selain istilah antibiotik, kita juga mengenal antimikroba yang mempunyai fungsi hampir sama dengan antibiotik. Antimikroba ialah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia.
Uji sensitivitas antibiotik terhadap berbagai macam mikroba dilakukan untuk mengetahui apakah suatu antibiotik dapat membunuh beberapa jenis mikroba atau berspektrum luas atau hanya dapat membunuh satu jenis mikroba saja yang disebut berspektrum sempit.Karena adanya beberapa penyakit yang tidak cocok dengan antibiotik terhadap penyakit yang fatal, serta berhubungan dengan waktu inkubasi untuk melihat antibiotik mana yang kerjanya lebih cepat menghambat atau membunuh mikroba.
Sensitivitas adalah suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik. Atau sensitivitas adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya hambat terhadap mikroba.
Resistensi adalah suatu keadan dimana mikroba sudah tidak peka terhadap antibiotik.Intermediate adalah suatu keadaan dimana mikroorganisme mengalami pergeseran sifat dari sensitiv menjadi resisten tapi belum sepenuhnya resisten.
Parameter tingkat sensitivitas suatu antimikroba berdasarkan luas zona hambatan, jika suatu antimikroba memiliki zona hambatan yang paling luas maka antimikroba tersebut dinyatakan paling sensitive terhadap bakteri yang diuji artinya antimikroba ini paling efektif digunakan untuk pengobatan jika terinfeksi bakteri uji tersebut.
Dalam percobaan kali ini, metode yang digunakan adalah metode agar difusion(difusi agar) dimana metode ini didasarkan pada difusi antibiotik dari paper disk yang dipasang horizontal pada lapisan agar padat dalam cawan petri sehingga mikroba yang ditumbuhkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona yang disekeliling peper disk yang mengandung larutan antibiotik.  
Mekanisme terbentuknya zona hambatan yaitu piper disk yang mengandung obat dalam jumlah tertentu ditempatkan pada pembenihan padat yang telah ditanami dengan biakan tebal organisme yang diperiksa.Setelah diinkubasi, garis tengah daerah hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan obat terhadap organisme yang diperiksa.Metode ini dipengaruhi banyak faktor fisik dan kimiawi di samping interaksi antara obat dengan organisme, misalnya pembenihan dan daya difusi, ukuran molekul dan stabilitas obat.Kesulitan terbesar adalah laju pertumbuhan yang beragam diantara berbagai mikroorganisme.
Pada pengujian sensitivitas antibiotik dalam menghambat pertumbuhan bakteri Pertama - tama disiapkan alat dan bahan. Cawan petri dibagi menjadi 5 bagian. Setelah itu dipipet medium NA sebanyak 10 ml dan dimasukan kedalam botol vial. Setelah itu ditambahkan  pula suspensi mikroba sebanyak 1 ose atau 0,02 ml. Kemudian dimasukkan dalam cawan petri, dibiarkan hingga memadat. Setelah memadat, selanjutnya dimasukan peper disk yang telah direndam dalam larutan antibiotik. Setelah itu, diinkubasi selama 1 x 24 jam dan diamati zona hambatan dari masing-masing antibiotik.
Berdasarakan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat dilihat bahwa :
1.    Pada kelompok 1 menggunakan sampel infeksi saluran kemih antibiotik yang digunakan adalah ceftriaxon tidak ,cefadroxil,ampicillin,dan gentamicin tidak memiliki zona hambatan.sedangkan ciprofloxacin yaitu 16 mm  dan kloramfenikol yaitu 13,3 mm termaksuk intermediet. Azitromicin yaitu 16 mm, cotrimoxazole yaitu 8 mm, amoxicillin yaitu 12,6 mm dan ofloxacin yaitu 8,67 mm termaksuk resistensi.
2.    Pada kelompok 2 menggunakan sampel diare antibiotik yang digunakan adalah gentamicin, tetrasiklin, cotrimoxazole, cefixime, clindamicin, ampicillin, amoxicillin, doxicillin, metronidazole, dan azitromazine tidak ada terdapat zona hambatan yang tampak pada cawan petri.
3.    Pada kelompok 3 menggunakan sampel cardiasis bibir  antibiotik yang digunakan antara lain cotrimosazole yaitu 21,67 mm,lefofloxacin yaitu 14 mm termaksuk sensitif . penicillin yaitu 13 mm, ampicillin yaitu 12 mm ,amoxicillin yaitu 9,67 mm termaksuk resisten dan erytromicin yaitu 15 mm termaksuk intermediet serta ciprofloxacin yaitu 24,3 mm, ofloxacinyaitu 21 mm , tetrasiklin yaitu 11,3 mm, metronidazole yaitu 14,67 mm belum diketahui karena belum  ada dalam tabel sensitivitas.
4.    Pada kelompok 4 menggunakan sampel karies gigi antibiotik yang digunakan tetrasiklin yaitu 30,3mm  ampicillin  yaitu 29,3 mm, cloramfenikol dan ciprofloxacin yaitu 32,6 mm,amoxicillin 22 mm ,ceficime yaitu 25,3 mm termaksuk sensitif dan clindamicin 15,3 mm, erytromicin yaitu 18,6 mm termaksuk intermediet sedangkan dua di antaranya cefadroxil yaitu 29,3 mm, metronidazole yaitu 24,3 belum diketahui karena belum  ada dalam tabel sensitivitas.
5.    Pada kelompok 5 menggunakan otitis media antibiotik yang digunakan tetrasiklin yaitu 15,3 mm , cefixime yaitu 10 mmtermaksuk sensitif dan amoxicillin yaitu 11,6 dan ofloxacin yaitu 9,6 resisten dan antibiotik kloramfenikol, clindamicin, tetrasiklin, ampicillin,metronidszoe, amocillin, dan eritromicin  belum diketahui karena belum  ada dalam tabel sensitivitas.
Faktor-faktor kesalahan yang dapat terjadi sehingga hasil yang diperoleh tidak akurat :
1.    Adanya kontaminasi yang terjadi
2.    Kurang aseptisnya prosedur yang dilakukan

                                                                BAB V
                                              KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapatdisimpulkan :
Bahwa dapat dilihat dari semua kelompok kecuali kelompok 2 yang tidak memiliki zona hambatan setelah diukur zona hambatannya dan setelah ditentukan apakah termaksuk resisten, intermediet dan sensitive ternyata data yang diperoleh menunjukkan bahwa :
a.    Ciprofloksasin dengan rata-rata zona hambatan yaitu 16 mm ( Intermedit ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu 16-20 bersifat intermedit
b.    Asitromisin dengan rata-rata zona hambatan yaitu 11,33 mm ( resisten ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu < 13 bersifat resisten
c.    Cotrimoksazol dengan rata-rata zona hambatan yaitu 8 mm yang mana tidak tertera pada tabel sensitivitas
d.    Kloramfenikol dengan rata-rata zona hambatan yaitu 13,33 mm ( Intermedit ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu 14-17 bersifat intermedit
e.    Amoksisilin dengan rata-rata zona hambatan yaitu 12,6 mm ( resisten ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu < 13 bersifat resisten
f.    Ofloksasin dengan rata-rata zona hambatan yaitu 8,67 mm ( resisten ) dengan perbandingan tabel sensitif yaitu < 12 bersifat resisten
paling  banyak antibiotic yang sudah sensitifitas kemudian diikuti resisten dan intermediet ini menujukkan bahwa antibiotic tersebut  masih bisa digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme.
B.    Saran
Sebaiknya selesai dalam melakukan praktikum, para asisten mempunyai  waktu luang sedikit untuk membahas hasil kerja yang telah dilakukan sehingga pengetahuan praktikan tentang praktikum yang ia lakukan tadi dapat bertambah dalam hal ini mengnai ilmu pengetahuan praktikum yang telah dilakukan.

                                                     DAFTAR PUSTAKA
1.    Ditjen Pom., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta,
2.    Rusli, SSi, MSi, Apt. (2011), “Penuntun Praktikum Mikrobiologi Terapan “. Universitas Muslim Indonesia. Makassar
3.    Bibiana,L,W.,  1994 “ Analisis Mikroba Dilaboratorium” PT Raja Grafindo     Persada:  jakarta
4.    Irianto,Koes. 2006. ”Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme”. CV. Yrama Widya.Bandung.
5.    Zaraswati Dwyana 2004. “ Mikrobiologi Dasar “ . Universitas Hasanuddin : Makassar
6.    Pratiwi,T.Sylvia. 2008. ”Mikrobiologi Farmasi”. Penerbit Erlangga. Jakarta
7.    Soeharsono. 2005. Zoonosis. ”Penyakit menular dari hewan kemanusia” ; Vol 1 dan vol 2” Kanisius: Yogyakarta


Tabel Sensitif
Zona diameter Interpretive Chart
Inst Mikrobiologi    Zona diameter ( mm )    Control zona ( mm )
Antibiotik
Agent    Code    Disc
Potency    Resisten    Inter-
Medit    Suscep    E.coli    S.Aureus    P.Aeru-
ginosa
Amoxicillin    AmC-03    20/10 ug    < 13    14 - 17    >17    19-25    26-36    -
Ampicillin    Am-10    10 ug    < 13    14-16    >17    16-22    27-35    -
Azitromycin    AZM 15    15 ug    < 13    14-17    > 18    -    21-26    -
Ceftriaxone    CRO-30    30 ug    < 13    14-20    > 21    29-35    22-28    17-23
Ciprofloksasin    CIP-5    5 ug    < 15    16-20    > 21    30-40    22-30    25
Gentamisin    GM-120    120 ug    6    7-9    > 10    -    -    -
Ofloksasin    OFX-5    5 ug    <12    13-15    >16    29-33    24-28    17-21